Pengamat Beberkan Keuntungan Pembentukan Koalisi Golkar-PAN-PPP, dari Segi Pemilih hingga Waktu
On Mei 19, 2022 by adminPengamat politik dari CSIS (Centre for Strategic and International Studies) Indonesia, Arya Fernandes, membeberkan tiga keuntungan dari pembentukan Koalisi Indonesia Bersatu yang digagas Partai Golkar, PAN, dan PPP. Menurutnya, pembentukan koalisi yang dinilai terlalu dini oleh banyak pihak justru bisa memberikan keuntungan. Arya pun mengapresiasi pembentukan koalisi ini dan menilai tren politik saat ini sudah harus berubah.
"Saya patut memberikan apresiasi kepada Golkar cs yang sejak awal menggagas koalisi ini." "Memang saya kira tren politik kita kedepan harus berubah dan saya kira penting bagi partai partai untuk menggagas koalisi lebih awal," kata Arya, dikutip dari tayangan Kompas TV, Kamis (19/5/2022). Arya membeberikan, pembentukan koalisi lebih awal ini memberikan tiga keuntungan.
Pertama, partai politik memiliki banyak waktu untuk mencari roda kendaraannya demi memenangkan Pemilu 2024. "Pertama agar partai memiliki banyak waktu untuk sama sama membicarakan platform politik apa yang akan mereka bangun dan perjuangkan agar koalisi tersebut mememangkan pemilihan presiden," jelasnya. Kemudian, Arya juga menilai pembentukan koalisi yang lebih awal ini menguntungkan sisi pemilih.
Sebab, para pemilih bisa mengikuti kredibilitas dari calon presiden dan calon wakil presidennya, lebih awal. "Kedua, dari sisi pemilih penting untuk melihat bagaimana track record , kredibilitas, dan kompetensi yang akan diusung oleh koalisi tersebut." "Sehingga pemilih punyak banyak waktu untuk menentukan seleksi bakal calon presiden," ujar Arya.
"Selama ini kan trend nya koalisi itu di akhir jelang pendaftaran, apa yang dilakukan Golkar cs ini adalah langkah bagus untuk memberikan satu model baru pembentukan koalisi di Indonesia," tambah Arya. Terakhir, Arya menyebut pembentukan koalisi yang lebih awal juga penting untuk memberikan banyak waktu mendekati atau memobilisasi para pemilih. "Karena kalau partai partau belum memberikan kepastian, maka calon calon presiden dan wakil presiden ini akhirnya menunda untuk memberikan mobilisasi kepada masyarakat," beber Arya.
Di sisi lain, pengamat politik dari UNS, Agus Riwanto, turut menanggapi kemunculan koalisi politik di Indonesia jelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 mendatang. Agus mengatakan, koalisi politik yang terbentuk di Indonesia adalah koalisi cair dan tidak ada yang mapan. Karena, koalisi yang terbentuk di Indonesia basisnya hanya untuk mencari kuasa bukan berbasis ideologi.
Agus pun menilai koalisi dengan mekanisme tersebut tidak akan bertahan lama. Pasalnya, koalisi tersebut dibentuk hanya untuk mencapai kemenangan saja. "Koalisi Indonesia kan koalisi yang sangat unik ya, karena merupakan koalisi yang basisnya mencari kuasa bukan berbasis ideologi. Nah mekanisme koalisi yang semacam itu, adalah koalisi yang tidak bertahan lama."
Lebih lanjut, Agus pun mengomentari munculnya Koalisi Indonesia Bersatu yang dibentuk oleh Partai Golkar, PAN, dan PPP. Agus menilai Koalisi Indonesia Bersatu ini tidaklah cocok, karena ketiga partai di dalamnya memiliki basis atau latar belakang yang berbeda. Misalnya, Golkar dengan basis nasionalisnya, PAN dengan basis Muhammadiyah urban yang biasanya diikuti oleh masyarakat kota.
Serta PPP yang berbasis NU yang mayoritas pengikutnya adalah orang desa. "Misalnya koalisi yang sudah terbentuk antara Golkar, PAN, PPP ya. Dia menyebut sebagai Koalisi Indonesia Bersatu, itu enggak cocok juga." "Golkar itu nasionalis, PAN itu basisnya Muhammadiyah urban, masyarakat kota, PPP itu NU, kebanyakan orang desa. Jadi enggak nyambung, basisnya sangat cair, bukan basisnya ideologi," terang Agus.
Menurut Agus, basis pencalonan presiden sangat mirip dengan pencalonan daerah, yakni berbasis tokoh, bukan berbasis partai. Agus juga menyebut bahwa tokoh akan menjadi kata kunci dalam Pilpres maupun Pilkada, bukan lagi partai. Karena tokoh bisa diambil dari mana saja, sementara latar belakang partai bukanlah hal penting.
"Pemilu presiden di Indonesia itu koalisinya adalah koalisi cair, tidak ada koalisi yang absolut atau mapan. Dan problematik sistem kepartaian yang kita bangun selama ini." "Karena seolah olah memang pencalonan presiden mirip dengan pencalonan daerah. Basisnya tokoh, bukan partai. Partainya enggak penting, yang penting tokoh. Tokoh ini menjadi kata kunci dalam Pilpres maupun Pilkada." "Tokoh ini juga bisa diambil darimana saja. Jokowi saja kan bukan orang partai, tapi dicomot, karena dia tokoh populer. Itu akan terjadi di 2024 nanti," imbuh Agus.
You may also like
Pos-pos Terbaru
- Import Barang China : Panduan Lengkap untuk Memulai Bisnis Impor dari China
- Strategi Optimal untuk Keamanan Data dalam Layanan Cloud Computing
- Manfaat Makanan Sehat dan Bergizi Tinggi
- Manfaat Penggunaan Panel Surya untuk Perkembangan Perusahaan
- Menggali Lebih Dalam Solusi SaaS ERP
- Lemari Pakaian : Menyimpan dan Menyusun Pakaian dengan Tepat
- Mengapa Penting Memilih Preschool Jakarta Barat yang Tepat
- SDG Indonesia: Menggagas Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
- Model Desain Cincin Berlian Solitaire yang Digemari Wanita
- Beberapa Tips Dalam Memilih Pagar Rumah
Tinggalkan Balasan